Penulisan Kronologi Kasus Kekerasan Seksual oleh BalairungPress dan Kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik
sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46837027
November, tahun 2018 BalairungPress mempublikasikan sebuah laporan atas terjadinya kekerasan seksual di kampus dengan judul “Nalar Pincang UGM atas Kasus Pemerkosaan”. Banyak orang yang perhatiannya tertuju pada kasus ini. Laporan ini menjadi menarik bagi beberapa orang karena mengungkapkan kasus yang serius dan dilakukan oleh salah satu mahasiswa kampus ternama di Indonesia. BalairungPress merupakan media pers mahasiswa Universitas Gajah Mada. Tulisan balairungpress ini menimbulkan pro dan kontra, karena dalam tulisan itu dijelaskan secara rinci kronologi kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Hal itu menimbulkan berbagai perdebatan publik, ada pihak yang mendukung tulisan tersebut dan ada juga yang menentang tulisan tersebut. Dalam tulisan balairung tersebut, sudah dicantumkan diawal bahwa tulisan itu mengandung konten eksplisit dan penulisan kronologinya telah disetujui oleh korban. Namun, masih ada beberapa pihak yang memperdebatkan hal tersebut. Jurnlis dalam menuliskan sebuah berita memiliki kode etik sebagai batasan dalam menulis. Terdapat beberapa poin yang bisa dilihat dari tulisan balairungpress tersebut, antara lain:
1. Salah satu kode etik jurnalistik adalah, wartawan tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila. Dalam tulisan
balairung, identitas korban sedikit disamarkan. Nama korban disamarkan, namun
fakultas asal korban tidak disamarkan. Hal itu dituliskan secara jelas, bahwa
korban berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik agkatan 2014. Dalam
tulisan tersebut juga dijelaskan, bahwa korban mengalami kekerasan seksual saat
menjalani KKN di Pulau Seram, Maluku.
2. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, merupakan
salah satu kode etik jurnalistik. Tulisan yang dipublikasikan oleh balairungpress
merupakan kejadian yang sebenarnya, ditulis berdasarkan fakta yang ada dan
tidak dipengaruhi oleh pihak manapun. Laporan balairungpress ini dituliskan
berdasarkan kejadian yang dijelaskan oleh korban secara rinci dan telah
mendapatkan persetujuam dari korban untuk dipublikasikan. Kronologi yang
dituliskan dalam laporan adalah fakta tanpa bercampur dengan opini.
Hal yang paling diperdebatkan publik adalah penggambaran kronologi kekerasan seksual secara rinci yang dilakukan oleh pelaku kepada korban. Banyak pihak yang menyayangkan tulisan tersebut, mereka beranggapan bahwa dengan menuliskan kronologi kejadian secara rinci maka membuat korban kembali “merasakan” hal tersebut. Beberapa juga menganggap bahwa bahasa yang digunakan terlalu “vulgar” karena menyebutkan beberapa bagian tubuh yang masih dianggap tabu jika diranah publik. Namun, ada juga pihak yang mendukung tulisan tersebut. Banyak pihak yang beranggapan bahwa dengan jelasnya penggambaran kronologi, maka publik dapat menilai seberapa keji dan menjijikannya pelaku melecehkan korban. Dengan penulisan kronologi secara jelas, publik dapat menilai hukuman apa yang pantas diterima oleh pelaku atas perbuatan yang telah dilakukannya kepada korban.
Kekerasan seksual merupakan hal yang sensitif. Masih
banyak orang yang menyepelekan kasus kekerasan seksual. Apabila terjadi kasus
serupa, lebih banyak yang menyalahkan korban dan membiarkan pelaku berkeliaran
tanpa hukuman. Banyak media yang tidak menggambarkan kasus kekerasan seksual
yang ada, kebanyakan hanya menyebutkan bahwa korban telah mengalami kekerasan
seksual. Dengan begitu akan membuat publik abai dan menganggap hal tersebut
sebagai hal yang sepele. Balairungpress dengan berani menuliskan kronologi
kekerasan seksual yang dialami oleh Agni secara rinci dan jelas, agar publik
tahu seberapa jauh tindak kekerasan seksual yang telah dilakukan pelaku.
Komentar
Posting Komentar